Larangan Buang Air Kecil Dalam Air Yang Tidak
Mengalir
قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَا
يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ
يَغْتَسِلُ فِيهِ
(صحيح
البخاري)
Sabda
Rasulullah SAW: Janganlah kalian buang air kecil (atau besar) di air yang diam
yang tidak mengalir, lalu ia mandi dari air itu (yang dimaksud selain danau
atau kolam besar) (Shahih Bukhari)
Penjelasan
makna hadits oleh Al Ustadz Khairullah Ramli
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
فحمدا لرب خصنا بمحمد وأنقذنا من ظلمة الجهل
والدياجر والحمدلله الذي شرف الأنام بصاحب المقام الأعلى، وأشهد أن إله إلا الله
وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا ونبينا محمد ورسوله المصطفى ، اللهم صل وسلم وبارك
وكرم على عبدك وحبيبك ورسولك سيدنا ومولانا محمد سيد أهل الأرض وسيد أهل السماء
وعلى آله وأصحابه وتابعين لهم بإحسان إلى يوم اللقاء
Segala
puji bagi Allah Yang Maha melimpahkan rahmatNya kepada kita, Yang memberikan
kita izin untuk hadir dalam majelis mulia di malam hari ini untuk kesekian
kalinya, semoga segala yang kita amalkan diterima oleh Allah subhanahu
wata’ala. Allah subhanahu wata’ala selalu menginginkan hambanya dalam kesucian
zhahir dan bathin, maka Allah mengajarkan dan memberikan tuntunan-tuntunan
kepada ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk tetap berada
dalam kesucian dan kemuliaan. Sehingga banyak hal yang kita dapatkan dalam
ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang membuat kita selalu dalam
keadaan suci, yaitusuci dari dosa kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan
kehadiaran kita di majelis ini maka kita telah dilimpahi kesucian oleh Allah
subhanahu wata’ala, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Shahih bahwa
orang-orang yang hadir dalam majelis-majelis dzikir seperti ini, maka dikatakan
kepada mereka bahwa ketika mereka bangun dari majelis dzikir itu mereka dalam
keadaan diampuni oleh dosa-dosanya, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam :
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ
لَا يُرِيْدُوْنَ بِذَالِكَ إلَّا وَجْهَهُ تَعَالَى إلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ
مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
“Tidaklah
suatu kaum berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan tidak mengharakan dari
perkumpulan itu kecuali ridha Allah, kecuali malaikat akan menyeru dari langit
: Berdirilah kalian dalam keadaan terampuni dosa-dosa kalian”
Maka
ketika kita datang ke suatu majelis dalam keadaan membawa dosa-dosa kita, dan
ketika kita pulang dari majelis dosa-dosa kita telah dibersihkan oleh Allah
subhanahu wata’ala, hal ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala selalu
menginginkan kesucian untuk kita, baik secara zhahir atau bathin. Sehingga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menuntun kita kepada hal tersebut.
Dalam hadits riwayat Al Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
لَايَبُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ
الدَّائِمِ الَّذِيْ لَايَجْرِيْ ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيْهِ
“
Janganlah salah seorang dari kalian membuang air kencing di air yang diam tidak
mengalir kemudian mandi di dalam air itu”
Dalam
hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan suatu larangan
kepada ummatnya, yaitu untuk tidak membuang air kecil (apalagi membuang air
besar) dalam air yang tergenang dan tidak mengalir, kemudian mandi dari air
tersebut. Maka para Ulama’ menjelaskan tentang hukum membuang air kecil dalam
hadits ini atau hadits-hadits riwayat lain yang serupa, bahwa jika airnya
sedikit dan miliknya sendiri, bukan milik orang lain maka hukumnya adalah
makruh, yang secara bahasa berarti dibenci atau tidak disukai, adapun dalam
istilah syariat, makruh adalah sesuatu yang jika ditinggalkan (karena perintah
Allah subhanahu wata’ala) maka akan mendapatkan pahala dari Allah, dan jika
dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Maka ketika seseorang tidak ingin membuang
air kecil atau air besar di air yang tergenang, karena dilarang oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana hal itu adalah perintah dari Allah
subhanahu wata’ala maka ia akan mendapatkan pahala dari Allah subhanahu
wata’ala, karena hal tersebut hukumnya makruh. Adapun jika air tersebut bukan
milik seseorang atau tidak ada yang memilikinya (Al Milk Al Mubaah) maka jumhur
Ulama’ dalam madzhab Syafi’i juga mengatakan bahwa kencing di air tersebut
hukumnya makruh , karena Al Milk Al Mubaah (tidak ada yang memilikinya). Namun
jika air tersebut dimiliki oleh seseorang, kemudian ada orang lain yang
membuang hajat di air tersebut tanpa izin dari pemiliknya atau belum mengetahui
atau yakin bahwa pemiliknya ridha, maka dalam hal ini hukumnya adalah haram
karena air itu adalah milik orang lain. Misalanya kita memiliki air ada kolam
kecil atau dalam ember yang tidak mencapai 2 qullah ( +- 217 L ) maka haram
hukumnya bagi orang lain untuk membuang hajat dalam air tanpa meminta izin atau
meyakini bahwa yang memiliki air tersebut ridha. Begitu juga jika air itu
adalah milik wakaf, jika ada seseorang yang mewakafkan air, baik air itu
sedikit atau banyak dan untuk digunakan berwudhu’, maka hukumnya haram membuang
hajat di dalam air tersebut karena air itu adalah milik wakaf dan diwakafkan
hanya untuk berwudhu. Adapun jika air yang tidak mengalir itu banyak sekali
seperti danau, atau kolam renang yang besar baik itu milik orang lain atau
milik sendiri, maka para ulama’ mengatakan bahwa hukum membuang air kecil dalam
air tersebut mubah (diperbolehkan). Namun salah seorang ulama’ Syafi’i yaitu Al
Imam An Nawawi Ad Dimasyqi, beliau adalah ulama’ besar yang bermadzhab Syafi’I
yang kemudian beliau mengambil intisari madzhab Syafii dan dikaranglah sebuah
kitab Fiqih yang berjudul Minhaaj, beliau mengatakan dalam salah satu kitab
karangannya yang berjudul Majmuu’ Syarh Al Muhadzzab, bahwa
membuang hajat di air yang tergenang atau pun di air yang mengalir maka
hukumnya adalah haram secara mutlaq, maka oleh sebab itu kita perlu berhati-hati
karena pendapat Al Imam An Nawawi adalah pendapat yang kuat dalam madzhab Al
Imam As Syafii.
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, setelah menyebutkan akan
hukum membuang hajat di dalam air yang tergenang / tidak mengalir, kemudian ia
mandi di air itu. Di dalam hadits Riwayat Al Imam Muslim dan Abu Daud,
disebutkan :
ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
“
Kemudian mandi dari air tersebut (dengan cara mengambilnya)”
Hadits
yang pertama yaitu berendam di dalam air itu, adapaun hadits yang lainnya
riwayat Imam Muslim dan Abu Daud yaitu mengambil air dari air itu kemudian
mandi dengannya. Maka para Ulama’ menyebutkan tentang hukum mandi dari air yang
tergenang baik dengan cara menyelam atau berendam di air tersebut atau dengan
mengambil air dengan gayung dan jika airnya sedikit maka hukumnya adalah
makruh, tetapi jika airnya banyak meskipun tidak mengalir seperti berendam di
kolam renang yang airnya banyak maka hukumnya mubah (diperbolehkan). Namun
dalam hal ini para Ulama’ tidak akan menyia-nyiakan waktu di setiap detiknya
kecuali untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan selalu menjadikan
perbuatannya mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala, meskipun
dikatakan bahwa mandi di kolam renang yang airnya banyak itu hal itu adalah
perbuatan mubah (Jika dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika
ditinggalakan tidak mendapatkan dosa). Maka ketika mereka mandi di kolam renang
tentunya mereka para ulama’ akan memasang niat untuk menjalankan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana sabda beliau shallallahu
‘alaihi wasallam :
عَلِّمُوْا أَوْلَادَكُمْ السِّبَاحَةَ
وَالرِّمَايَةَ وَرُكُوْبَ الْخَيْلِ
“
Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah dan menunggang kuda”
Maka
ketika kita berenang dan berniat karena menjalankan perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka akan mendapatkan pahala. Dan kita telah
mendengar dari Al Allamah Al Habib Abdullah Al Haddar, beliau adalah guru dari
guru mulia kita Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim AL Hafizh, di wilayah
Baidha’ Hadramaut, dimana suatu waktu ketika beliau berenang di danau bersama
murid-muridnya, kemudian beliau bertanya kepada muridnya : “Apa yang
kalian niatkan ketika kalian menyelam?”, mereka justru bertanya :
“Apa yang seharusnya kita niatkan wahai guru?”, beliau berkata : “berniatlah
ketika kalian menyelam untuk mengqadha’ (mengganti) setiap mandi sunnah yang
terlewatkan”, mungkin ketika akan shalat Jum’at tidak melakukan mandi
sunnah, atau ketika akan shalat Idul Fitri tidak mandi sunnah karena
terburu-buru atau yang lainnya. Begitulah para Ulama’ kita memberikan tuntunan
untuk menjadikan setiap perbuatan mubah mendapatkan pahala dari Allah subhanahu
wata’ala. Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala memberikan kita keberkahan di
dunia dan di akhirat, memberikan kita ilmu yang bermanfaat, dan semoga guru
kita Al Habib Munzir bin Fuad Al Musawa selalu diberi kesehatan dan
dipanjangakan usianya dalam keluhuran amin Allahumma amin…
وبالله التوفيق والهداية والعفو منكم والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
Tausiah
Al Habib Munzir Al Musawa
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ
وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ
هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ
نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ
وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ
وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan
puji kehadirat Allah subhanahu wata'ala Yang Maha Luhur, Yang Maha menjadikan
waktu-waktu tertentu menjadi lebih luas untuk hamba-hambaNya untuk mendekat
kehadiratNya, dimana Allah Yang Maha Dekat telah menyampaikan kepada sang nabi
melalui firmanNya untuk kemudian disampaikan kepada segenap ummatnya, dimana
jika seorang hamba bertanya tentang Allah subhanahu wata’ala kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي
وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
(
البقرة : 186 )
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran”.( QS. Al Baqarah : 186 )
Kalimat
ini sungguh akan merobek jiwa-jiwa yang mencintai Allah subhanahu wata’ala,
jawaban dari Sang Maha Raja Langit dan bumi, Sang Maha Pencipta alam semesta
dari tiada, Sang Maha menghamparkan kerajaan langit dan bumi dari tiada, serta
menjadi Pengatur tunggal atas seluruh keseimbangan alam ini, yang mana telah
dikatakan oleh para Ilmuwan bahwa semua planet yang jumlahnya triliyunan bahkan
lebih kesemuanya berputar pada porosnya, dan jika dalam satu detik saja ada
satu saja planet diantara triliyunan planet tidak berputar pada porosnya, maka
planet itu akan beradu dan saling hantam antara planet-planet yang lainnya,
sehingga mengakibatkan kehancuran alam semesta ini. Begitu pula dengan manusia,
jika satu butir sel dalam tubuhnya tidak lagi berfungsi melakukan tugas yang
semestinya, maka keadaan tubuh tidak akan sempurna dan menjadi kacau atau
hancur, karena tubuh berasal dari rangkaian sel yang berjumlah sangat banyak yang
saling mengikat satu sama lain sehingga menjadi tubuh yang sempurna. Demikian
pula keadaan ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak
akan bisa terpisah dengan nabinya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik di
dunia atau pun di akhirat, dimana pun dan kapanpun kalimat أشهد أن لا إله إلا
الله محمد رسول الله akan mengikat ummat dengan nabinya Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam . Maka di malam-malam luhur di bulan Rajab ini, yang mana
semakin mendekat pada puncak undangan tunggal Ilahi kepada hamba yang paling
dicintai Allah subhanahu wata’ala (malam Isra’ Mi’raj), yang mana dengan
mencintainya maka seseorang akan dicintai Allah subhanahu wata’ala, yang dengan
mengikutinya maka seseorang akan dicintai Allah, dimana cinta seorang hamba
untukNya ditolak kecuali dengan mengikuti sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, sebagaimana firmanNya :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ
(آل
عمران :31 )
“Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. ( QS. Ali Imran : 31)
Jika
seseorang mengatakan bahwa ia mencintai Allah, namun tidak mengikuti sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka Allah tidak akan mencintainya.
Sungguh cinta Allah ada pada sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Sehingga dengan mengikuti gerak gerik, ucapan-ucapan dan tuntunan
sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka seseorang akan menjadi
orang yang dicintai Allah subhanahu wata’ala. Dan di majelis seperti ini kita
berada dalam tempat yang menjadikan kita memanut sang nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, karena dalam majelis seperti ini kita selalu mendengarkan
tuntunan-tuntunan sang nabi serta berusaha dengan niat yang mulia untuk merubah
diri menjadi lebih indah dan mulia dari hari-hari sebelumnya menuju kedekatan
kepada Yang Maha Indah, Allah subhanahu wata’ala.
Oleh
sebab itu Allah subhanahu wata’ala menyampaikan kepada nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam jika seseorang bertanya kepada beliau tentang
Allah subhanahu wata’ala bahwa DIA dekat dengan hamba-hambanNya, sebagaimana
firmanNya QS. Al Baqarah : 186. Maka mendekatlah kepada Allah agar kita
mengetahui bahwa Allah sangat dekat dengan kita, dan ketika kita menyeruNya
maka Allah subhanahu wata’ala menjawab seruan kita dan jawaban itu bukanlah
berupa suara, namun berupa anugerah-anugerah Allah yang tidak diberikan oleh
satu makhluk kepada yang lainnya, yang mana akan membuat seorang hamba terharu
dan mengeluarkan air mata cinta, karena begitu besarnya anugerah yang diberikan
Allah kepada hambaNya yang ingin dekat kepadaNya, Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى
رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
(
الإنشقاق : 6 )
“Wahai
manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu,
maka pasti kamu akan menemui-Nya”. ( QS. Al Insyiqaaq: 6 )
Ayat
ini merupakan bisyarah (kabar gembira) bagi orang-orang yang selalu berusaha
dan rindu untuk berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala, maka telah Allah
sampaikan bahwa ia pasti akan berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala. Dan
ayat ini juga sebagai teguran untuk mereka yang masih terus meremehkan dan
menghinakan cinta Allah yang terus ditawarkan kepada mereka. Allah subhanahu
wata’ala menawarkan cintaNya dalam setiap waktu untuk diterima oleh
hamba-hambaNya, untuk berbuat hal-hal yang diridhaiNya sehingga kita
mendapatkan cintaNya, dan cinta itu akan didapatkan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, yang berupa ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan
di dalam Shahih Al Bukhari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
peristiwa Isra’ Mi’raj didatangakan kepada beliau dua wadah, yang satu berisi
susu dan wadah yang satunya berisi arak, akan tetapi arak yang berada di surga
bukanlah arak yang memabukkan dan meruka akal manusia sebagaimana arak yang ada
di dunia, akan tetapi berupa minuman yang sangat lezat berasal dari sari
buah-buahan segar. Dan setelah diperintahkan kepada nabi Muhammad untuk meminum
salah satu dari dua wadah tersebut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengambil wadah yang berisi susu dan meminumnya, kemudian malaikat
Jibril As berkata :
هُدِيْتَ لِلفِطْرَةَ أَمَّا أَنَّكَ لَوْ
أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ
“
Sungguh engkau telah ditunjukkan(memilih) kepada kesucian , jika engkau
mengambil arak niscaya umatmu akan tersesat”.
Tidakkah
kita perhatikan bahwa Allah sangat mengikat amal perbuatan hamba-hambaNya
dengan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, jika nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam memilih arak maka ummatnya akan tersesat, padahal
di surga meminum arak diperbolehkan meskipun di dunia diharamkan. Setelah nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memilih susu maka dikatakan kepadanya
bahwa kesucian telah dipilihnya, sehingga dalam hal ini ummat beliau juga akan
terbawa dalam perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, karena Allah Yang
Maha Lembut telah mengikat perbuatan sang nabi dengan ummat beliau shallallahu
‘alaihi wasallam. Sehingga dikarenakan ketika itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memilih susu maka banyak dari ummat beliau di dunia yang
selamat dari minuman keras, walaupun masih banyak diantara ummat beliau yang
terjebak ke dalam hal tersebut, namun jika ketika itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memilih arak maka di dunia semua ummatnya akan tersesat karena
terjebak ke dalam minuman keras. Kita perhatikan keindahan dan kasih sayang
Allah subhanahu wata’ala yang menjadikan perbuatan sang nabi sebagai penyelamat
ummatnya di dunia, sungguh beruntungnya ummat sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Semoga mereka yang belum bisa meninggalkan minuman keras
segera diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, amin allahumma amin.
Berkaitan
dengan peristiwa Isra’ Mi’raj, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat
An Najm :
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى، مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ
وَمَا غَوَى، وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى،
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى، ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى، وَهُوَ بِالْأُفُقِ
الْأَعْلَى، ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى، فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى،
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى، مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى،
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى
(
النجم : 1-12 )
An
Najm adalah bintang yang memiliki cahaya, dan berbeda dengan kaukab yang
dikatakan bahwa kaukab adalah bintang yang mengambil cahaya dari bintang yang
lainnya, seperti bulan yang termasuk ke dalam kelompok Al Kaukab, adapun
matahari termasuk kedalam kelompok An Najm karena mempunyai cahaya sendiri.
Adapun kalimat النجم bintang yang berpijar itu, yang dimaksud adalah sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dijelaskan oleh guru mulia kita Al
Musnid Al Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh, bahwa makna
kalimat والنجم إذا هوى yaitu keadaan sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di
malam Isra’ dan Mi’raj yang bergetar dengan cahaya cinta karena berhadapan
dengan kekasihnya, Allah subhanahu wata’ala. Kemudian disebutkan dalam ayat ini
bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah berbicara karena hawa
nafsunya, akan tetapi berbicara dengan wahyu yang disampaikan Allah kepadanya
melalui malaikat Jibril As. Alangkah indahnya lidah yang berbicara karena Allah
subhanahu wata’ala, itulah lidah mulia sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Maka dalam peristiwa Isra’ Mi’raj ini setelah sampai malaikat Jibril
dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sampai di batas muntahaa al
khalaaiq, malaikat Jibril pun tidak bisa menemani Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, tinggallah makhluk termulia sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam yang berhadapan dengan Allah subhanahu wata’ala. Di dalam
kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh dijelaskan bahwa saat itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar gemuruh tasbih para malaikat, namun
ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sampai di batas Muntaha Al Khalaa-iq,
yaitu batas yang tidak bisa ditembus oleh semua makhluk kecuali sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang kemudian berhadapan dengan Allah
subhanahu wata’ala , ketika itu tiada lagi suara yang terdengar atau pun
pemandangan yang terlihat. Kemudian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bersujud kepada Allah subhanahu wata’ala dimana kerajaan langit dan bumi berada
dalam genggaman kekuasaannya, setiap nafas hamba adalah milikNya. Dan ketika
itu sebagaimana disebutkan dalam kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘iyadh
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar ucapan : “mendekatlah wahai
Muhammad, dan tenangkanlah rasa takutmu”, kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mendekat. Kemudian diwahyukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam ibadah shalat, sebagai undangan tunggal untuk nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para ummatnya. Disebutkan dalam kitab As
Syifaa bahwa ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersujud
kemudian duduk dan mengucapkan :
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ
الطَّيِّبَاتُ لله
“
Segala penghormatan, keberkahan, shalawat dan kalimat yang baik semua hanya
milik Allah”
Kemudian
Allah subhanahu wata’ala menjawab :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِي
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“
Salam sejahtera serta rahmat dan keberkahan Allah untukmu wahai nabi “
Lalu
nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ
الصَّالِحِيْنَ
“Salam
sejahtera untuk kami dan para hamba yang shalih”
Alangkah
indah dan mesranya hubungan Allah dengan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, mengapa saya katakan kalimat mesra, karena hubungan yang sangat dekat
dan mesra seharusnya hanyalah ada diantara makhluk dan penciptanya, Allah
subhanahu wata’ala Yang Maha Ada sebelum kita ada, Maha Ada sebelum kita wafat
dan Maha Ada hingga alam ini tiada. Kemudian Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
“
Sanubari tidak berdusta akan apa yang dilihatnya”
Dan
Allah tidak berkata :
مَا كَذَبَ مُحَمَّدٌ مَا رَآى
“
Muhammad tidak berdusta akan apa yang dilihatnya”
Gelar
yang sangat agung, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam digelari Al Fuaad
(sanubari), sebagai kekasih Allah subhanahu wata’ala , maka Sang sanubari tidak
berdusta akan apa yang dilihatnya. Sang sanubari itu adalah sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, kekasih Alla subhanahu wata’ala. Maka kemana akan
mencari keselamatan dari neraka dan mendapatkan kemuliaan surga jika bukan
dengan mengikuti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemana
langkah kita untuk mencari cinta Allah jika bukan dengan menapaki
langkah-langkah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa malam
lagi kita akan sampai di malam yang mulia (Isra’ Mi’raj) dan layak untuk
diperingati sebesar-besarnya, karena setiap kita mendapatkan bagian dari
kemuliaan Isra’ Mi’raj, yaitu percakapan antara Allah subhanahu wata’ala dengan
sang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu kita dalam shalat ketika
duduk tasyahhud :
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ
الطَّيِّبَاتُ لله، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِي وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ ،اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ.
“Segala
penghormatan, keberkahan, shalawat dan kalimat yang baik semua hanya milik
Allah, Salam sejahtera serta rahmat dan keberkahan Allah untukmu wahai nabi,
Salam sejahtera untuk kami dan para hamba yang shalih”
Kalimat
tersebut adalah percakapan antara Allah dengan sang nabi di malam terluhur, di
malam pertemuan Allah dengan makhlukNya yang tercinta, sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian kalimat luhur itu diwarisakan kepada
kita ummat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga
kita bisa mengemban cahaya cinta dan cahaya kemesraan cinta Allah subhanahu
wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga Allah
menaungi kita dengan cahaya keberkahan malam Isra’ Mi’raj. Ya Allah, kami tidak
mampu mengkiaskan keindahan malam itu , namun Engkau Maha Tau akan rahasia
keluhurannya, maka tumpah ruahkanlah kepada kami, pastikan seluruh wajah kami
bercahaya dengan cahaya keluhuran Isra’ Mi’raj, dengan keberkahan Isra’ dan
Mi’raj. Ya Allah pastikanlah tidak satu pun diantara kami kecuali akan berjumpa
dengan sang nabi di telaga Al Kautsar, di telaga Haudh dan di surga Firdaus,
maka jauhkan dan lepaskan kami dari siksa api neraka, lepas dari siksa kubur,
lepas dari himpitan pedihnya sakaratul maut, lepas dari sulitnya kehidupan
dunia, lepas dari semua permasalahan yang membuat kami terjebak ke dalam dosa.
Wahai Allah, limpahilah kepada kami kebahagiaan dan kemudahan di dunia dan
akhirat, amin allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar